Kab. Tasikmalaya Qjabar – Pengamat kebijakan publik, Arief Rahman Hakim, menyampaikan kritik tajam terhadap pelaksanaan Program Main Bergizi (MBG) di Kabupaten Tasikmalaya. Dalam keterangannya kepada media, ia menyoroti dugaan keterlibatan sejumlah anggota DPRD dalam proses bisnis program yang seharusnya menjadi prioritas nasional untuk peningkatan gizi anak-anak Indonesia.

“Dalam program MBG kali ini, ternyata di Kabupaten Tasikmalaya diduga banyak anggota dewan yang terlibat dalam proses bisnisnya. Entah itu masuk ke yayasan, sebagai pemasok, atau bentuk lainnya,” ujar Arief saat diwawancarai QJabar, Jumat (19/9/2025).

Menurut Arief, keterlibatan tersebut berpotensi besar melemahkan independensi lembaga legislatif dalam menjalankan fungsi pengawasan. Padahal, walaupun MBG merupakan program nasional, fungsi kontrol daerah tetap sangat penting agar program berjalan sesuai dengan ketentuan dan tujuan awal.

“Keterlibatan anggota dewan justru akan mengurangi efektivitas fungsi pengawasan. Ini sangat berbahaya bagi transparansi dan akuntabilitas program,” tambahnya.

Arief juga mengungkapkan bahwa anggaran MBG sangat besar dan memerlukan pengawasan ketat. Berdasarkan informasi dari Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), satu dapur MBG atau Sentra Penyedia Pangan Gizi (SPPG) bisa menghabiskan anggaran hingga Rp900 juta sampai Rp1 miliar per bulan.

“Ini bukan anggaran kecil. Apalagi sumbernya dari APBN. Maka, program ini harus diawasi secara kolektif agar tidak terjadi penyimpangan seperti korupsi, kolusi, maupun nepotisme,” tegasnya.

Selain itu, Arief juga menyoroti banyaknya menu makanan yang tidak sesuai dengan petunjuk teknis (juknis), yang menurutnya menjadi celah terjadinya praktik penyelewengan.

Ia juga menilai bahwa program MBG belum sepenuhnya mendukung pemberdayaan ekonomi lokal.

“Harga komoditi yang dibuka oleh SPPG rata-rata di bawah HET. Ini malah berpotensi mematikan pelaku usaha lokal. Terindikasi adanya pihak-pihak internal, baik dari mitra atau yayasan, bahkan oknum SPPG sendiri yang memonopoli pengadaan barang,” katanya.

Arief turut menyoroti lemahnya dasar hukum pelaksanaan MBG saat ini. Program tersebut hanya berpijak pada Perpres No. 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional, tanpa ada regulasi teknis yang lebih rinci.

“Payung hukum khusus tentang tata kelola MBG sangat dibutuhkan. Regulasi ini penting agar pelaksanaan program lebih tertata dan memiliki pedoman jelas,” tambahnya.

Dalam pernyataannya, Arief mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk media, akademisi, dan organisasi sipil, untuk ikut mengawasi jalannya program MBG dan berani melaporkan jika ada indikasi penyimpangan.

“Saat ini belum ada Satgas yang benar-benar fokus mengawasi program MBG. Maka partisipasi masyarakat sangat penting. Dan para anggota dewan seharusnya lebih peka, agar tujuan besar dari MBG ini bisa tercapai sesuai harapan rakyat,” pungkas Arief. (mdr)

 

 

By admin

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *