Bandung Qjabar – Kepala Desa Mekarsari, Sukamto Wijaya, mengatakan terkait pembangunan irigasi perpompaan di wilayahnya pihaknya tidak mendapat pemberitahuan resmi dari kelompok tani.
” Ia justru mengetahui program tersebut dari penyuluh pertanian.
Pihak desa tidak pernah dilibatkan secara langsung dalam pelaksanaan proyek tersebut, saya hanya tahu informasinya dari penyuluh,” ucapnya.
Diketahui, di Desa Mekarsari terdapat tujuh titik lokasi penerima bantuan pembangunan irigasi perpompaan. Hingga berita ini diturunkan, Dinas Pertanian Kabupaten Bandung belum memberikan keterangan resmi.
Masyarakat berharap Inspektorat dan aparat penegak hukum ( APH) segera menelusuri dugaan penyimpangan tersebut, termasuk mencocokkan spesifikasi barang dengan realisasi fisik di lapangan.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan transparansi bantuan pertanian. Jika terbukti terjadi penggelembungan harga atau pengurangan spesifikasi, maka dana bantuan ratusan juta rupiah yang seharusnya meningkatkan kesejahteraan petani justru berpotensi tidak tepat sasaran.
Dugaan penyimpangan dalam penggunaan Bantuan berupa pembangunan irigasi perpompaan untuk Kelompok Tani Harapan 5 dengan sumber dana APBN Tahun 2025 senilai Rp155 juta diduga tidak dikelola sesuai ketentuan.
Informasi dari papan proyek di lokasi Kampung Ceuri RW 02 Desa Mekarsari, kegiatan ini merupakan program Dinas Pertanian Kabupaten Bandung dengan luas area terairi sekitar 20 hektare. Namun, hasil pantauan di lapangan menunjukkan adanya indikasi penyimpangan, baik dari sisi spesifikasi pompa air maupun penggunaan material pipa.
Sejumlah petani mengungkapkan bahwa mesin pompa yang dibeli tidak sesuai dengan spesifikasi dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB).
“Pompa yang seharusnya menggunakan sistem turbin listrik dengan kualitas setara pabrikan, justru diganti dengan mesin lain yang nilainya jauh lebih murah. Selisih harga pembelian pompa diperkirakan mencapai puluhan juta rupiah,” ujarnya.
Selain itu, persoalan juga muncul pada penggunaan pipa air. Dalam RAB disebutkan, pipa yang digunakan adalah HDPE sepanjang sekitar 150 meter (±25 batang).
Namun di lapangan ditemukan sebagian pipa justru menggunakan PPC dengan panjang lebih pendek, diduga hanya sekitar 60 meter. Kondisi ini menimbulkan dugaan kuat adanya pengurangan volume dan spesifikasi yang tidak sesuai standar proyek.
Indikasi keterlibatan penyuluh pertanian di wilayah Kecamatan Ciparay juga mencuat. Beberapa sumber menyebut, penyuluh berinisial A diduga mengetahui aliran dana dan pengadaan barang tersebut. Bahkan, ada dugaan sebagian dana bantuan “dibagi” dengan dalih sisa anggaran.
“Kalau ada penyuluh yang bersih, pasti berani lapor ke dinas. Tapi kenyataannya justru ada indikasi permainan dari penyuluhnya sendiri,” jelasnya.
Reporter : Yun.s