Tasikmalaya Qjabar – Selama lebih dari dua dekade, Kota Tasikmalaya bergulat dengan masalah yang tak kunjung selesai: sampah. Gunungan limbah yang terus bertambah bukan hanya mencemari lingkungan, tapi juga mencerminkan stagnasi kebijakan dan minimnya inovasi. Namun kini, titik balik mulai terlihat.
DPR RI melalui Komisi XII, bersama Kementerian Lingkungan Hidup, tak lagi sekadar bicara soal pengangkutan dan TPA. Mereka membawa gagasan besar: Waste to Energy (WtE) —teknologi yang mengubah sampah menjadi sumber daya. Bukan sekadar mimpi, WtE telah berjalan di Bandung, dan kini giliran Tasikmalaya untuk bangkit.
H. Dony Maryadi Oekon, Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, menyuarakan komitmen kuat: “Kita dorong teknologi ini, kita siapkan payung hukumnya lewat Undang-Undang Energi Baru Terbarukan. Ini bukan proyek jangka pendek, ini revolusi.”
Di tengah kekhawatiran akan 4.000 ton sampah per tahun yang mengancam menjadi lautan limbah, suara dari akar rumput pun bergema. H. Muslim, Ketua DPC PDI Perjuangan Tasikmalaya, menegaskan pentingnya industri hilir: daur ulang, bahan bangunan, bahkan energi. Tanpa itu, pengangkutan hanyalah penundaan bencana.
Tasikmalaya tak butuh janji, tapi aksi. Dan aksi itu kini dimulai. Dengan dorongan regulasi, dukungan ilmuwan, dan keberanian menarik investor, kota ini bisa berubah dari simbol krisis menjadi pionir solusi. Dari sampah menjadi cahaya. Dari beban menjadi kekuatan.
Reporter:Andri